Sisi Lain Si Burung Merak

BAGIKAN:

Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter

Jika mendengar nama Willybrordus Surendra Rendra atau akrab disapa WS Rendra, maka ingatan kita akan langsung menuju satu nama yang dikenal lewat karya puisi dan juga kegiatan teater yang dilakoninya bersama Bengkel Teater. Itu bisa dimaklumi karena Rendra cukup banyak memproduksi puisi semasa hidupnya.

Buku kumpulan puisi Rendra yang terpublikasi diantaranya Ballada Orang-orang Tercinta, Blues untuk Bonnie, Nyanyian Orang Urakan, Doa untuk Anak Cucu serta Stanza dan Blues. Lalu dia pun aktif menuliskan naskah drama seperti Orang-orang di Tikungan Jalan (1954), Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Kasidah Barzanji, Lingkaran Kapur Putih, Odipus di Kolonus dan Sobrat.

Namun siapa sangka, Rendra juga terlibat dalam genre sastra lainnya yaitu cerita pendek. Diakui oleh penyunting buku ini, Edi Haryono bahwa cerita pendek bukanlah sesuatu yang disangka-sangka bakal muncul dari seorang WS Rendra. Tapi faktanya, sejak giat bersastra, Rendra mulai aktif menuliskan beberapa cerpen.

Buku ini merupakan kompilasi karya cerpen Rendra pada 1950-1960. Inilah masa dimana Rendra muda sedang mencari jati diri sebagai seorang sastrawan. Cerita-cerita yang terangkum dalam buku ini benar-benar sesuai dengan zamannya. Rendra ingin bercerita soal cinta, persahabatan, kisah satir dan juga masalah sosial yang mencuat di masyarakat.

Pada cerpen berjudul ‘Pacar Seorang Seniman’, sesuai dengan judul buku ini dan ditempatkan paling awal, Rendra bercerita soal adiknya yang jatuh hati dengan seorang seniman. Gara-gara cinta mati, sang adik enggan berpaling kepada pria lain. Bahkan sang adik tak mau menikah meski pacarnya yang seniman itu sudah meninggal dunia.

Rendra tak lupa menyelipkan cerita lucu seperti di cerpen Orang-Orang Peronda. Meski lucu, tapi dia tak lupa menyelipkan pesan-pesan moral yang ada dalam ceritanya. Sastrawan yang sangat vokal di era Orde Baru ini pun bernostalgia tentang perkenalannya dengan seorang gadis cantik asal Rusia. Kisahnya terangkum dalam cerpen berjudul “Wasya, ah Wasya”.

Ini salah satu cerpen yang ditulis dengan gaya ‘bertulis surat’. Rupanya gaya ini cukup banyak memengaruhi gaya menulis cerpen Rendra. Sehingga tak satu cerpen saja yang ditulis dengan gaya seperti ini, tapi sampai tiga cerpen. Ini bisa ditemukan pada cerpennya berjudul “Pacar Seorang Seniman” dan “Sehelai Daun dalam Angin”.

Sejak cerpen pertama, Rendra sudah menegaskan jika tokoh utamanya adalah dirinya sendiri. Penggunaan kata aku menjadi penanda jika Rendra terlibat langsung dalam cerita-cerita yang tersaji di buku ini. Dia benar-benar ingin menceritakan kisah hidupnya lewat cerpen-cerpen itu. Gaya menulisnya mengalir dengan lancar.

Bahasa Indonesia di masa itu belum bisa benar dijadikan alat atau medium untuk ungkapkan maksud pikiran seperti bahasa Jawa.Tidak seperti sekarang dimana bahasa Indonesia sudah sangat kuat dan lengkap. Meski demikian, Rendra yang lahir di Solo ini tak mau gunakan istilah-istilah bahasa Jawa. Dia tetap setia kepada sintaksis bahasa Indonesia. Ini membuat cerpen yang ditulisnya otentik dan unik.

Buku ini penting untuk dimiliki utamanya bagi pecinta cerpen yang ingin mengetahui bagaimana gaya menulis Rendra. Siapa sangka Rendra pun bisa menulis cerpen yang awalnya sempat tidak disukainya. Dia mengaku bakatnya dalam menulis cerpen tidak jelas, tidak seperti saat menulis puisi dimana dia bisa total berkarya (hal 166). Namun karena tergiur ingin cepat terkenal,  karena masa itu banyak pengarang cepat terkenal karena tulis cerpen di majalah Kisah.

Salah satu cerpen Rendra yaitu “Ia Punya Leher yang Indah” mendapatkan penghargaan tahunan di majalah Kisah. Tak hanya cerpen, penyunting buku ini juga menyelipkan biografi singkat Rendra yang mungkin jarang diketahui, seperti kegemarannya bermain sepak bola. Ini membuat pembaca bisa lebih tahu dengan siapa almarhum Rendra yang menjadi mualaf di akhir-akhir hidupnya.

Selain itu, kita juga bisa menilik kehidupan Rendra di saat itu lewat cerpen-cerpen yang dibuatnya. Ini juga diakui Rendra sendiri saat berbincang dengan penyunting. “Buku ini menceritakan beberapa kisah masa lalu saya,” kata Rendra .

Penyuntingan yang sempurna dan penambahan gambar-gambar menarik di awal halaman cerpen membuat buku ini kian menarik untuk dibaca. Cerpen dimanapun selalu menyajikan kisah-kisah inspiratif yang tak jarang menyentuh sanubari terdalam kita. Nah, buku ini pun menyajikan itu tanpa dibuat-buat dan apa adanya. Kita bisa merasakan bagaimana seorang Rendra berekspresi dengan kegelisahan batinnya lewat cerita pendek. Sebuah sisi lain dari Si Burung Merak.

Judul               :  PACAR SEORANG SENIMAN
Penulis             :  WS Rendra
Penerbit            :  PT Bentang Pustaka
Tahun               :  2016
Tebal               :  186 halaman

 

Pengemas Informasi : @defrisaefullah